Friday, October 16, 2009

Kemahasiswaan

Kemahasiswaan
Banyak pendapat tentang apa arti dari mahasiswa atau kemahasiswaan. Hal ini tejadi karena adanya perbedaan sudut pandang dalam mendefinisikan arti dari mahasiswa itu sendiri. Pengertian mahasiswa menurut penulis (yang kurang lebih dapat merangkum semua sudut pandang) adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
Dalam kehidupan bermasyarakat, mahasiswa mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam terciptanya kesejahteraan. Peran mahasiswa pada angkatan 66, 74 dan 98 telah memberikan label The Agent of Social Control. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim tertentu. Kekuatan moral yang terbangun lebih disebabkan karena mahasiswa yang selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan terhadap hak-hak rakyat kecil. Hal ini membuat mahasiswa menjadikan mahasiswa sebagai sosok pembaharu atau sosok pendobrak system pemerintahan yang bobrok.
Bila difikir secara mendalam, mengapa hanya mahasiswa yang menjadi Agent Of Social Control, padahal dalam masyarakat masih banyak golongan-golongan intelektual yang lainnya. Jawabannya adalah masyarakat pada umumnya dibagi atas golongan berdasarkan tingkatan umur. Mahasiswa merupakan umur yang paling ideal jika menjadi control social. Anak SD, SMP, maupun SMA masih ada dalam ikatan pendidikan formal yang tidak mandiri. Maka dari itu, SMA sekalipun belum mampu kritis dalam menyikapi persoalan yang sedang terjadi. Kepala mereka telah terdoktrin dengan pikiran bahwa dunia sedang baik-baik saja. Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan formal yang mengikat dan tidak mandiri. Lain halnya dengan para pekerja. Mereka pada umumnya adak\lah golongan masyarakat yang mempunyai tingkatan intelektual yang lumayan, namun mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mereka hanyut dalam rutinitas kehidupan kantor yang monoton dan individualis, Hal ini mengakibatkan tanggung jawab social yang mereka miliki tumpul karena tidak terasah.
Sosok mahasiswa sebagai pembaharu tidak lepas dari 3 tradisi seorang mahasiswa, yaitu Trias Tradisi. Pertama, terbangun diatas tradisi diskusi (Discussion Tradition). Diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan rasional dan terpercaya—ciri khas gerakan mahasiswa. Denagn adanya diskusi, maka tiap ide ide dari mahasiswa akan mudah diterima oleh masyarakat bawah. Hari ini, Aktualisasi dan keakuratan data sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam mengkritisi dan bertindak. Sebagaimana kita ketahui zaman semakin maju sehingga dalam mengungkap sesuatu atau menghujam kritik harus berdasar, jelas, akurat dan terpercaya, tanpa itu sulit bagi gerakan mahasiswa dalam menyakinkan rakyat dalam menyalurkan aspirasi.
Kedua, terbangun diatas tradisi menulis (Writing Tradition). Aktivitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Sejak dulu sampai kini, tokoh dan intelektual bangsa Indonesia—bernotabene mantan tokoh aktivis pemuda dan mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kritikan tajam dan membangun wacana dalam bentuk tulisan. Tulisan dianggap lebih efektif dalam menyuarakan aspirasi karena lebih intens, lebih terfokus, dan lebih mengena karena dapat dibaca oleh masyarakat luas secara langsung. Banyaknya perubahan yang dilakukan lewat tulisan membuat penulis berkesimpulan bahwa tulisan tulisan “berani” yang pernah dibuat oleh mahasiswa bisa menjadi acuan bagi pergerakan mahasiswa Indonesia.
Ketiga, terbangun diatas tradisi membaca (Reading Tradition). Aktualisasi isu sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam bergerak. Begitu cepat pergeseran berita dan opini publik, memaksa kita untuk senantiasa membaca—kalau tidak akan tertinggal. Kesibukan bukan alasan tepat untuk tidak membaca, di mana atau kapan pun bisa kita luang waktu untuk membaca—antri mengambil karcis, di bus, menjelang demonstrasi dan lain-lain. Sebuah harapan, gerakan mahasiswa juga bisa mewacanakan semacam 'Gerakan Gemar Membaca" dan disosialisasikan secara luas. Cara ini, dapat menunjukkan gerakan mahasiswa ikut membantu pemerintah dalam membuka kunci gembok kebodohan serta berperan menyelesaikan problem pendidikan Indonesia nyaris tak kunjung terselesaikan ini.
Selain itu, mahasiswa juga merupakan motor penggerak suatu perubahan yang besar. Tidak dapat dipungkiri bahwa jika ada pergerakan mahasiswa, maka akan ada perubahan besar yang akan terjadi. Hal ini dapat kita lihat terjadi pada mahasiswa angkatan 66 dan angkatan 98. Angkatan 66 pada masanya melakukan suatu gerakan massif. Mau tidak mau pemerintah(dalam hal ini adalah Soekarno harus mengeluarkan dekrit presiden) dalam memenuhi Tritura pada masa itu. Begitu pula yang terjadi dengan mahasiswa angkatan 98. Dimana mereka bergerak secara besar-besar dengan menduduki gedung DPR dan MPR sehingga mengakibatkan lengsernya rezim Soeharto pada 21 mei 98. Dari sini kita bisa melihat dengan jelas, betapa besar kekuatan mahasiswa hingga mampu meruntuhkan berbagai rezim yang telah berurat akar di negeri ini.
Kemahasiswaan yang ideal adalah kemahasiswaan yang selalu dikaitkan dengan organisasi. Mengapa demikian?. Organisasi merupakan suatu wadah atau alat penyampai aspirasi. Mahasiswa mendapatkan ilmu dari bangku kuliah perlu pengaplikasian. Pengaplikasian itu dapat dilakukan pada masyarakat secara langsung. Dan organisasi merupakan jalan untuk melegalkan pengaplikasian tersebut. Organisiasi juga mengajarkan nilai-nilai kemahasiswaan itu sendiri. Bahkan tidak jarang seorang mahasiswa mendapatkan idealismenya sendiri ketika ia bergabung dengan sebuah organisasi. Idealisme merupakan hakikat dari mahasiswa. Idealisme merupakan manifestasi dari berbagai pandangan hidup. Tanpa idealisme kita tidak mempunyai pegangan. Mudah hanyut oleh arus. Dan mudah terpengaruh. Namun tidak jarang pula idealisme yang dianut oleh segelintir orang sangat bertentangan dengan fungsi seorang mahasiswa. Inilah yang mengakibatkan adanya wajah mahasiswa sebagai pembaharu tercoreng
Mahasiswa juga sebaiknya menggunakan akalnya dalam bertindak, kritis dalam menanggapi sesuatu, intelektual, berpikir ilmiah dan sistematis, berjiwa social, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, dan mempunyai dasar agama yang kuat.Kritis merupakan salah satu keunggulan mahasiswa. Kritis dalam artian tidak menerima mentah-mentah yang didapatkannya dari luar. Tanpa hal itu, maka tidak aka ada perlawanan atau pembaharuan. Kondisi yang sekarang terjadi dianggap sedang baik-baik saja. Ini terjadi karena mereka hanya melihat suatu persoalan dari satu sudut pandang. Dengan adanya sikap ktitis, maka fungsi mahasiswa sebagai agen social bisa tercapai. Intelejensi diperlukan dalam hal menimbang sesuatu apakah hal tersebut baik atau tidak. Kecerdasan mutlak diperlukan bagi para mahasiswa. Tanpa hal itu, fungsi mereka sebagai innovator tidak dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan beragama juga penting. Agama memberikan landasan yang jelas dalam penentuan baik atau buruknya tindakan. Agama juge berfungsi sebagai pengontrol dalam diri mahasiswa itu sendiri. Apabila semua criteria di atas dipenuhi oleh seorang mahasiswa, maka jadilah mahasiswa yang dapat melakukan suatu pembaharuan atau melakukan suatu pergerakan.
Pergerakan(dalam hal ini adalah pergerakan mahasiswa) mutlak harus dilakukan. Sebab ini merupakan tuntutan zaman. Ketika kebijakan politik ekonomi tidak memihak rakyat kecil, maka muncul lah mahasiswa sebagai pembela rakyat kecil tersebut. Namun patut disayangkan jika pergerakan mahasiswa ini menjadi anarkis dan tidak terkendali. Pada hakikatnya, gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual—jauh dari kekerasan dan daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis kampus—cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai permasalahan. Dalam perspektif penulis, gerakan intelektual (intellectual movement) akan terbangun di atas Trias Tradition(yang telah dijelaskan di halaman depan).
Adanya anarkisme di kalangan mahasiswa pada masa sekarang ini diakibatkan oleh tidak didengarnya aspirasi dari mahasiswa itu sendiri. Pada akhirnya mereka memilih jalan kekerasan agar pemerintah mau menanggapi ketidakpuasan mereka. Namun kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa berakibat fatal. Adanya degradasi mutu mahasiswa dan degradasi kepercayaan oleh masyarakat adalah akibat dari tindakan anarkis tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo melulu. Apalagi ditemukan beberapa kasus demo bayaran. Terlebih dengan ulah mahasiswa pada saat Pilkada di beberapa daerah akhir-akhir tahun ini. Belum lagi perilaku-perilaku negatif kian marak dibawa sebagian mahasiswa ke dalam lingkungan sekitar kampus, sehingga dengan memukul rata rakyat semakin yakin akan ‘kemunafikan’ mahasiswa.
Berhasilya suatu pergerakan mahsiswa tidak lepas dari kepercayaan dari masyarakat. Mahasiswa memang yang melakuakan pergerakan, namun masyarkat jua lah yang memberi pengakuan terhadap tindakan. Jika ada suatu pergerakan yang diikuti oleh pembenaran masyarakat, maka sulit bagi pemerintah untuk tidak memunuhi apa yang mejadi tuntutan sehingga pergerakan tersebut terjadi.
Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana dalam catatan sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan . Mahasiswa di kenal dengan jiwa patriotnya serta pengorbanan yang tulus tanpa pamrih . Namun hanya sedikit rakyat Indonesia yang dapat merasakan dan punya kesempatan memperoleh perndidikan hingga ke jenjang ini karena system perekomian di Indonesia yang kapitalis serta biaya pendidikan yang begitu mahal sehingga kemiskinan menjadi bagian hidup rakyat ini . Dalam tulisan ini penulis memetakan ada ada empat peran mahasiswa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang akan di pikul .

Peran moral
Mahasiswa yang dalam kehidupanya tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik berarti telah meninggalkan amanah dan tanggung jawab sebagai kaum terpelajar . Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura – hura dan kesenanggan) maka berarti telah berada persimpangan jalan . Jika mahasiswa hari ini lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu dan mau ambil tahu tentang peruban di negeri ini, jika hari ini mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival musik dan kompetisi (entertaiment) dengan alasan kreatifitas, dibanding memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan mengalihkan kreatifitasnya pada hal – hal yang lebih ilmiah dan menyentuh kerakyat maka mahasiswa semacam ini adalah potret “generasi yang hilang “yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.
Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat poenderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas dan di biarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan bantuan baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya. Sebagai contoh di Kalimantan Barat pada tahuan 1998 s/d 2000 pernah terjadi gelombang pengungsian besar – besaran akibat konflik sosial di daerah ini maka mahasiswa musti ikut memperhatikan masalah ini dengan memberikan bantuan baik secara moril maupun meteril serta pemikirannya serta ikut mencarikan solusi penanganan bencana kemanusiaan ini , Betapa peran sosial mahasiswa jauh dari pragmatisme ,dan rakyat dapat merasakan bahwa mahasiswa adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari rakyat, walaupun upaya yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah dan dengan gencar dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan problematika ummat yang terjadi.
Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah .
Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan komonitas yang lain ,peran ini menjadi symbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegalan akademik telah terjadi maka segeralah bangkit,”nasi sudah jadi bubur maka bagaimana sekarang kita membuat bubur itu menjadi “ bubur ayam spesial “. Artinya jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah dunia dan akhirat.
Peran politik
Peran politik adalah peran yang paling berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai group penekan bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim merancang sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini. Pada masa orde baru di mana daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda pemikiran dengan pemerintah langsung di cap sebagai makar dan kejahatan terhadap negara. Pemerintahan Orba tidak segan-segan membumi hanguskan setiap orang-orang yang kritis dan berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Mentri pendidikan Daud Yusuf mengeluarkan kebijakan yang melarang keras mahasiswa beraktifitas politik. Dan kebijakan ini terbukti ampuh memasung gerakan – gerakan mahasiswa yang membuat mahasiswa sibuk dengan kegiatan rutinjtas kampus sehinngga membuat mahasiswa terpenjara oleh system yang ada.
Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyaan pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan.
Dari berbagai permasalahan yang dihadapi dunia pergerakan, mahasiswa dengan pergerakannya perlu mengubah paradigma perjuangannya untuk tetap bisa eksis sehingga rakyat kembali menaruh kepercayaan. Selain itu perlu adanya gerakan massif yang besar jika ingin perubahan yang besar. Tidak seperi sekarang ini. Mahasiswa hanya aktif bergerak dalam lingkungan kampusnya sendiri. Kita perlu mencontoh gerakan mahasiswa angkatan 66 dan 98 yang melakukan perubahan besar pada situasi politik dan ekonomi. Mereka berhasil dalam pergerakannya karena adanya pergerakan yang massif. Walaupun tidak ada yang mengatur, namun yang menjadi penggerak peruvahan adalah adanya rasa ketidakpuasan bersama. Sehingga melakukan aksi secara serentak

No comments:

Post a Comment